Get In Touch

Reportase: 7th Conference on Human Rights

Pada 28-29 Agustus 2024 telah berlangsung 7th Conference on Human Rights di Universitas Brawijaya, Kota Malang. Konferensi akademik ini merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh University of Sydney, dan pada tahun ini penyelenggaraannya bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya; The Centre for Human Rights, Multiculturalism, and Migration (CHRM2) Universitas Jember; KOMNAS HAM; Indonesian Scholar Network on Freedom of Religion or Belief (ISFORB); Serikat Pengajar HAM Indonesia (SEPAHAM); Konsulat Jenderal Australia di Surabaya; dan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Dokumentasi Pribadi Pandu

Di tahun ke-7 penyelenggaraannya, konferensi ini mengangkat tema Human Rights, Peace, and Innovation in Asia and the Pacific: A Synergistic Approach to Sustainable Societies. Konferensi ini berlangsung selama dua hari dengan melibatkan lebih dari 400 partisipan yang berasal dari berbagai latar belakang: akademisi, pengamat, praktisi, aparatur pemerintah, dan kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian terhadap isu-isu seputar Hak Asasi Manusia. Secara keseluruhan agenda konferensi terbagi ke dalam enam sesi, yang setiap sesinya terdiri dari 11 panel yang berjalan secara paralel. Di masing-masing panel terdapat empat-lima naskah yang dipaparkan serta didiskusikan. Adapun pengelompokan suatu naskah ke dalam panel tertentu didasarkan pada keragaman topik yang meliputi: (1) HAM, Marginalisasi, dan Pembangunan Kota; (2) Demokrasi, Bisnis, dan HAM; (3) Inklusi sosial, disabilitas, dan HAM; (4) HAM dan Keadilan Lingkungan; (5) Pemindahan, Migrasi, dan HAM; (6) Regionalisme dan HAM; (7) Hukum Pidana dan HAM; (8) Kewarganegaraan dan HAM; (9) Otoritarianisme dan Perlindungan terhadap Pembela HAM; (10) Seni, Budaya, dan HAM; (11) Adat dan HAM; (12) Hak atas Kesehatan; (13) Agama dan HAM; (14) HAM dan Teknologi; (15) Sains, Etika, dan HAM; (16) Gender dan HAM; dan (17) Advokasi HAM dan Pendidikan.

Pada konferensi ini, dua orang perwakilan Agrarian Resource Center, Pandu Sujiwo (peneliti ARC) dan Dianto Bachriadi (peneliti senior ARC), berkesempatan untuk memaparkan naskah penelitian mereka yang berjudul “Genosida Sebagai Praktik Sosial: Perampasan Lahan dan Genosida di Perkebunan Padang Halaban”. Naskah tersebut merupakan salah satu bagian dari kerja-kerja riset dan pendokumentasian yang dilakukan oleh ARC di Perkebunan Padang Halaban, Kabupaten Labuhanbatu Utara yang diinisiasi oleh (Alm) Tri Agung Sujiwo pada tahun 2013. Dalam penelitiannya, Dianto dan Pandu berusaha mengisi kekosongan dalam pelbagai kajian genosida di Indonesia yang luput untuk menyoroti keterhubungan antara peristiwa genosida 1965-1966 dengan logika ekspansif kapitalisme, yang salah satunya ditandai dengan kembali beroperasinya perkebunan-perkebunan besar segera setelah dilakukannya pemusnahan terhadap kelompok politik kiri di Indonesia.

Di Perkebunan Padang Halaban, peristiwa politik pada 30 September 1965 di Jakarta menjadi momentum awal yang menjungkirbalikkan tatanan sosial-kemasyarakatan baru yang telah mereka bangun sebagai hasil dari praktik land reform by leverage yang mereka lakukan, kembali ke pada tatanan sosial-kemasyarakatan lama, yakni yang berbasis pada operasi perkebunan besar yang dikuasai oleh kelas kapitalis. Penelitian mereka juga hendak mendudukkan perampasan lahan, seturut dengan pemusnahan kehidupan dan penghidupan warga di Perkebunan Padang Halaban dan di pelbagai tempat lainnya di Indonesia, sebagai bagian integral dari kejahatan genosida.