Kapitalisme Militer: Akumulasi Sumber Daya Ekonomi Militer melalui Perampasan Lahan (Studi Kasus Perampasan Lahan oleh TNI/AD di Urutsewu)

Urutsewu merupakan sebutan atau julukan untuk wilayah yang berada di pesisir Pantai Selatan Kab. Kebumen. Secara historis pesisir pantai Urutsewu telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian secara turun-temurun, ini dibuktikan dengan bukti awal kepemilikan tanah (data fisik dan data yuridis) berupa Letter C ataupun Buku Tanah. Meski begitu sejak tahun 1998 TNI/AD mengklaim lahan tersebut dengan cara melakukan pemetaan lahan sepihak.
Klaim penguasaan tanah oleh TNI/AD di Urutsewu didasarkan pada alasan sejarah, dalam hal ini militer berargumen bahwa pesisir pantai Urutsewu merupakan lahan pertahanan dan keamanan sejak zaman kolonial Belanda. Berangkat dari klaim tersebut TNI/AD merasa berhak untuk menguasai dan menggunakan lahan di pesisir pantai Urutsewu. Klaim militer ini kemudian mendapat legitimasi dari sejumlah lembaga negara seperti Kementrian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam bentuk kepemilikan aset dan sertifikat hak pakai. Di samping dari Kemenkeu dan BPN, legitimasi atas perampasan lahan Urutsewu oleh TNI/AD juga berasal dari pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) No. 23 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kab. Kebumen, yang menyatakan bahwa pesisir Pantai Urutsewu merupakan kawasan pertahanan dan keamanan sekaligus kawasan pertambangan pasir besi.
Selain dari upaya untuk memeroleh legitimasi penguasaan lahan di pesisir pantai Urutsewu dari sejumlah lembaga negara, pada tahun 2008 TNI/AD juga menerima permintaaan PT. Mitra Niagatama Cemerlang (PT. MNC) untuk memanfaatkan lahan di pesisir pantai Urutsewu untuk kegiatan bisnis tambang pasir besi. Berangkat dari kerja sama pemanfaatan lahan tersebut, PT. MNC selanjutnya mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) selama sepuluh tahun dari Pemkab. Kebumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Rizki M Hakim ini berusaha menganalisa kasus perampasan lahan di pesisir pantai Urutsewu oleh TNI/AD dengan bertolak pada argumen Harvey (2003) tentang akumulasi melalui penjarahan (Accumulation by Dispossession/AbD) yang menekankan pada peran negara dalam memberikan legitimasi, termasuk kekuatan koersif yang dimiliki oleh militer, sebagai bagian penting dari berlangsungnya proses akumulasi kapital dalam konteks neoliberal.
Yang menjadi menarik, berbeda dengan Harvey yang melihat insititusi militer terbatas sebagai bagian dari kekuatan koersif negara dalam mengamankan ataupun melancarkan proses akumulasi, Rizki dapat menunjukan bahwa dalam konteks Urutsewu militer justru menjadi entitas yang terpisah dari negara dan menjadi aktor dalam proses akumulasi kapital itu sendiri. Argumen utama dalam penelitian ini adalah bahwa keterlibatan militer sebagai aktor akumulasi memperlihatkan perubahan militer menjadi kelas kapitalis. Dalam prosesnya militer bahkan mampu mengintervensi sejumlah lembaga negara untuk mendapatkan legitimasi atas akumulasi kapital yang dilakukannya. Inilah yang kemudian diistilahkan oleh Rizki dalam penelitian ini sebagai Kapitalisme Militer.
Unduh dan baca lebih lanjut kertas kerja Rizki M Hakim, Kapitalisme Militer: Akumulasi Sumber Daya Ekonomi Militer melalui Perampasan Lahan (Studi Kasus Perampasan Lahan oleh TNI/AD di Urutsewu)