Get In Touch

Koperasi Petani dari Perspektif Pemikiran Chayanov

Seri Diskusi 2017

Debat Agraria

11 April 2017

Catatan Diskusi Sesi – 4: Koperasi Petani dari Perspektif Pemikiran Chayanov

2017 ARC Indonesia - Debat Agraria
Pemantik Diskusi: Erwin Suryana dan Soeroto

Sesi diskusi kali ini menggelar tema Koperasi Petani dari perspektif pemikiran Chayanov, melanjutkan sesi sebelumnya yang juga dari pemikiran Chayanov tentang pertanian skala kecil. Pemaparan dibagi dalam dua bagian, yaitu pertama, tentang Koperasi Petani Chayanov yang dilatarbelakangi oleh pertanian skala kecil dan kedua, pemaparan tentang koperasi secara umum, filosofi dan ideology serta prakteknya di dunia dan di Indonesia saat ini. Kedua tema tersebut secara berurutan disampaikan oleh Erwin Suryana, yang secara khusus memaparkan hasil bacaannya dari buku bertajuk “Chayanov’s Theory of Peasant Co-operatives” karya AV Chayanov. Dan yang kedua disampaikan oleh Soeroto, seorang praktisi koperasi di Indonesia yang juga sebagai Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES).

I. Tentang Teori Koperasi Petani Chayanov

Konteks Kemunculannya
Hal ini terkait dengan perdebatan gagasan tentang bagaimana masyarakat Rusia bertransformasi. Perdebatannya antara kaum Narodniki dan Marx serta pengikutnya di pertengahan tahun 1800-an di Rusia. Kaum Narodniki melihat bahwa gagasan tranformasi ke dalam masyarakat sosialis dapat dilakukan tanpa melalui tahap masyarakat kapitalis dimana industrialisasi menjadi corak utama fase tersebut. Sementara kaum Marxist meyakini bahwa masyarakat sosialis hanya dapat dicapai melalui tahapan masyarakat kapitalis terlebih dahulu. Perdebatan tentang hal ini sudah didiskusikan di sesi-sesi sebelumnya.
Di era Revolusi Rusia 1917, pertumbuhan gerakan koperasi di Rusia telah berkembang pesat dan menawarkan alternatif untuk keluar dari kesulitan sosial yang dialaminya seiring dengan era modernisasi ekonomi dari industrialisasi. Massa petani kecil di Rusia yang jumlahnya sangat besar, telah berhasil masuk dalam sistim ekonomi pasar melalui perluasan kerjasama di jaringan konsumen, kredit, sistim pertanian, kerajinan, perdagangan, termasuk mengembangkan koperasi-koperasi yang khusus untuk menopang produksi pertaniannya. Koperasi yang berkembang pada saat itu, tidak tumbuh “dari bawah”, tidak juga spontan atau alamiah, melainkan karena faktor adanya kesadaran public dan peran aktif kaum intelektual progresif, dan setelah revolusi 1905, kemudian Negara memberikan dukungan khususnya untuk koperasi kredit skala kecil.

Koperasi Petani sebagai Alternatif
Perdebatan tentang koperasi pertanian sebelum revolusi 1917 berlangsung antara Prokopovich dan Tugan-Baranovski. Perdebatannya pada efektivitas koperasi itu sendiri, bagi Prokopovich koperasi terbatas pada upaya-upaya untuk melakukan pengorganisasian masa tani dalam era kapitalisme. Koperasi itu sendiri, kemudian, akan menjadi batu loncatan untuk mengembangkan corak produksi pertanian yang berbeda-beda di setiap rumah tangga petani dengan sarana yang diberikan oleh koperasi. Intinya, koperasi merupakan bagian dari perjuangan mendapatkan hak-hak politik, termasuk hak untuk dengan bebas mengkombinasikan kegiatan pertaniannya dalam koperasi dan corak produksi mereka yang otonom.
Sementara, Tugan Baranovskii meyakini bahwa koperasi merupakan penentang kuat atau jalan alternative untuk meretas relasi sosial yang bercorak kapitalistik. Koperasi sanggup menahan arus kapitalisme dan menjadi simbol awal untuk terwujudnya corak kolektivisme penuh. Meskipun ia juga menyadari bahwa koperasi ‘hidup’ atau berkembang dalam sistem relasi pasar kapitalis dan pada saat itu yang tertarik untuk berpartisipasi didalamnya hanya kaum tani menengah.

Konsentrasi Horizontal
Pada prakteknya, koperasi yang berkembang pada saat itu adalah bentuk koperasi dengan Konsentrasi Horizontal. Konsentrasi Horizontal ini merujuk pada penggabungan dari banyaknya usaha kecil yang tersebar secara geografis, diintegrasikan secara ekonomi dan teknis sehingga menjadi kesatuan besar. Hal ini berdampak pada pemusatan cadangan tenaga kerja dalam jumlah besar dan mesin-mesin yang terus dikembangkan, sehingga target penurunan biaya produksi yang luar biasa bisa tercapai.
Chayanov menganggap bahwa praktek dengan konsentrasi horizontal sulit dilakukan di sektor pertanian, khususnya pertanian skala kecil. Observasi Chayanov tentang pertanian adalah sektor yang memanfaatkan energi matahari untuk budidaya tanaman di wilayah-wilayah yang teradiasi sinarnya. Pertanian adalah proses alamiah dengan alam, karenanya sulit untuk dipisahkan. Hal ini juga terkait dengan teritori, dimana semakin intensif usaha pertaniannya maka makin luas wilayah cakupan sektor ini. Karenanya, konsentrasi dalam satu teritori tertentu tidak akan tercapai.
Praktek-praktek sektor pertanian pada saat itu, rumah tangga pemilik pertanian skala besar akan terpaksa memecah lahannya untuk diberikan kepada orang lain, dan menggarap lahan lebih kecil atau menengah. Luasannya, secara alamiah terbatas pada skala usaha maksimal yang mereka mampu lakukan. Dengan praktek seperti ini, dapat digambarkan bahwa secara kuantitatif keuntungan antara rumah tangga dengan pengusahaan lahan skala besar dan kecil tidak terlalu berbeda. Bahkan, skala luas dalam sektor pertanian keuntungannya tidak sebesar keuntungan yang didapatkan seperti yang terjadi di industri manufaktur

Konsentrasi Vertical
Kenyataan bahwa penetrasi kapitalisme di pedesaan Rusia pada saat itu mengindikasikan terulang kembalinya tahap perkembangan industri kapitalis, dimana sektor pertanian dalam bentuk semi-alamiah menjadi tersubordinasi dengan praktek-praktek kapitalisme komersial. Dampaknya, sistim ini mampu menguasai rumah tangga petani yang tersebar, mengontrol hubungan produser pertanian dengan pasar, membuat sistem kredit, serta menetapkan mutu dan standar produk pertanian. Lebih jauh, beberapa kegiatan terkait dengan sektor pertanian telah berhasil dikeluarkan dari kegiatan rumah tangga petani, terutama bidang pengolahan utama bahan baku serta sektor-sektor yang berhubungan dengan proses mekanis.
Konsep Konsenstrasi vertikal berupaya untuk menyatukan sektor-sektor terpisah tersebut secara vertikal, dimana sektor-sektor tersebut tetap berkembang sesuai dengan spesialisasinya namun terintegrasi dan terhubung satu sama lain. Chayanov melihat bahwa hal ini akan sangat efektif jika keseluruhannya dikuasai oleh petani sepenuhnya, dengan spesialisasi yang terjadi di sektor pertanian. Jika skema kapitalisme membentuk sebuah lembaga raksasa yang mengatur semua rantai produksi dan konsumsi untuk mengatur itu semua, konsentrasi vertical yang dimaksud oleh Chayanov ini menghendaki terintegrasinya sub-sub kegiatan pertanian ini, terhubung satu sama lain dan membentuk rantai besar dengan penguasaan oleh kelompok-kelompok dengan unit terkecilnya rumah tangga petani.
Paling tidak, terdapat empat kelompok proses kegiatan di sektor pertanian yang perlu diintegrasikan secara vertical. Pertama, proses ekonomi yaitu proses mekanis yang muncul karena cakupan lahan yang dikerjakan. Proses ini di Rusia pada saat itu kemudian membentuk asosiasi-asosiasi yang spesifik untuk penggunaan mesin, proses pembajakan tanah dan kegiatan terkaitnya, serta proses pemeliharaan tanah terkait dengan pengadaan air dan meliorasi tanah. Seluruhnya berawal dari unit-unit rumah tangga yang menggabungkan diri dalam asosiasi-asosiasi tersebut. Proses kedua adalah proses biologis, yang berkaitan dengan proses produksi pertanian dan perkembangbiakan hewan ternak. Asosiasi-asosiasi yang terbentuk kemudian adalah yang dikhususkan untuk pemuliaan kerbau, masyarakat peternakan sistimatis, pemeriksaan mutu dan pemiliha keturunan. Proses ketiga yaitu proses pengolahan hasil panen, yang kemudian membentuk asosiasi yang bekerja untuk proses pengupasan komoditas tertentu, industry mentega, pengolahan kentang, palawija dan hal-hal serupa lainnya. Proses keempat adalah distribusi hasil produksi atau operasi ekonomi yang menghubungkan rumah tangga petani dengan dunia luar. Untuk proses ini dibentuklah asosiasi yang khusus menangani masalah pembelian, pemasaran, kredit, dan jaminan asuransi.

Proposisi Prinsip-Prinsip Dasar Organisasi Koperasi Pertanian
Dasar bentuk organisasi koperasi pertanian yang ditawarkan Chayanov ditentukan oleh sifat ekonomi dan proses teknis ekonomi-nasional. Skala nasional ini lah yang kemudian menjadi catolan konsentrasi vertical dimana keseluruhan prosesnya harus diselenggarakan di jalur koperasi. Konsentrasi vertikal (secara nasional) oleh koperasi ini membutuhkan penciptaan sistem untuk organisasi komersial dan industri yang melakukan fungsi berbeda dan dibangun untuk skala optimal yang bervariasi di setiap fungsi berbeda-beda tersebut. Organisasi ini secara historis mirip organisasi kapitalis di daerah operasi yang sama, maka disinilah titik tolaknya bahwa konsep ini sekaligus menjadi penentang sistim kapitalis yang sedang sama-sama berjalan.
Prinsip selanjutnya adalah tak satu pun organisasi-organisasi ataupun asosiasi-asosiasi yang dibentuk memiliki tujuan ekonomi sendiri. Mereka harus terdiri dari badan-badan yang dibentuk peasant farms untuk keuntungan mereka sendiri. Sistim manajerial yang dikembangkan setiap organisasi atau asosiasi, sebagaimana prinsip dasar koperasi, hanya dan harus bertanggung jawab langsung kepada anggota yang mereka layani. Untuk menegakkan tanggung jawab ini, badan khusus yang menjadi sarana pertanggungjawaban didirikan dalam bentuk rapat umum, pertemuan perwakilan, dewan dan komisi audit, yang juga sebagai arena pengambilan keputusan bersama, serta mendefinisikan (ulang) tujuan dan metode kerja setiap unit organisasi hingga ke tingkat rumah tangga petani.
Mengikuti dua prinsip tersebut diatas adalah ideal untuk mewujudkan sistem organisasi koperasi, dengan spesialisasi di setiap jenis kegiatan koperasi dan saling terkait satu sama lain. Namun, dalam konteks kenyataan sejarah, pemenuhan langsung rencana logis yang diuraikan akan terbukti mustahil. Keberhasilannya hanya bisa dicapai dengan perencanaan yang sistimatis dan bertahap, yang disesuaikan dengan kekuatan perkembangan historis koperasi. Karena itu, pembangunan dan disipilin dalam menjalankannya akan sangat dekat dengan konsep ideal koperasi sebagai gerakan sosial. Mobilisasi sumberdaya yang dimiliki merupakan aspek penting didalamnya, untuk untuk memulai dan mengembangkan jenis pekerjaan baru. Sejalan dengan perkembangannya, dan tahapan yang terencana, pada skala perkembangan tertentu, spesialisasi kerjanya dapat diserahkan kepada perangkat khusus yang memang diperlukan. Dan untuk menopang ketersediaan modal produksi, skema operasi pemasaran skala besar juga diperlukan dilakukan di awal. Artinya, setiap tahap dilakukan secara bersamaan dan pada skala tertentu kemudian spesialisi fungsi ekonomi dan teknis tertentu bisa diotonomkan. Ketika sektor pekerjaan tertentu koperasi sudah terpisah dan dibuat menjadi sistem organisasi khusus, maka sifat organisasinya haruslah federasi. Di mana kerja organisasi lokal sepenuhnya independen dari pusat dan di mana asosiasi melayani organisasi lokal sesuai prakondisi terakhir.
Hal terpenting juga yang perlu diperhatikan adalah faktor kedisiplinan mereka yang mendirikan koperasi petani itu sendiri, yaitu keluarga petani. Mereka secara sadar dan harus berdisiplin untuk tidak menjual produksinya ke pihak lain, selain melalui asosiasi organisasinya. Dan organisasi juga harus menjamin skala keuntungan yang akan didapat kepada anggotanya melalui proses penjualan yang terintegrasi ke pusat tersebut. Organisasi juga memiliki sistim reward and punishment bagi setiap tindakan indisipliner yang dilakukan oleh seluruh yang terlibat dalam organisasi koperasi beserta asosiasi-asosiasinya.

II. Kondisi Koperasi (Indonesia) Kini

Membicarakan koperasi sangat terkait dengan kondisi dunia saat ini. Era kapitalisme global saat ini sudah memproduksi bentuk-bentuk ketimpangan di setiap lini kehidupan. Beberapa data membuktikan hal ini dan salah satunya adalah bagaimana timpangnya penguasaan asset di dunia. Jika menghitung keseluruhan asset pribadi populasi manusia yang berjumlah kurang lebih $ US 135 trilyun, ternyata 52,8 nya hanya dikuasai oleh 1 % dari jumlah penduduk dunia (Guinan : 2013). Walaupun data ini sudah berselang beberapa tahun yang lalu, namun gambarannya masih relevan hingga saat ini. Hal ini bisa terjadi karena alam kapitalisme yang telah mendominasi kehidupan dunia saat ini. Skemanya dilakukan dengan cara melakukan pembodohan, pemerasan, dominasi, dan persaingan bebas, yang berdampak pada kondisi krisis konjungtural, kerusakan, kebangkrutan, konflik, kebodohan dan sebagainya di tenga-tengah masyarakat.
Di Indonesia, prakteknya juga berlangsung, namun lebih tepat disebut dengan praktek kapitalisme pinggiran. Karena sesungguhnya, Negara ini tidak berperan sebagai pemain utama dan dominan, bahkan menjadi objek untuk para kapitalis bekerja. Berbagai fakta bisa diungkapkan bahwa prakteknya menyebabkan Negara ini sejak tahun 2013 mengalami double deficit, yaitu neraca pembayaran dan perdagangan, dan dalam lima tahun terakhir juga dipaksa untuk melakukan deindustrialisasi, dan gambaran yang sama juga terjadi, dimana hanya satu persen jumlah penduduk yang menguasai lebih dari 50% total asset nasional.
Jika melihat angka pertumbuhan ekonomi akan berbanding terbalik dengan kondisi kesejahteraan rakyatnya. Perhitungan ekonomi dengan skema percepatan pembangunan ekonomi Indonesia memungkinkan Indonesia berada pada tingkat pertumbuhan hampir mencapai 6%, namun jika melihat rasio gini pendapatan ekonomi semakin mengarah pada kondisi timpang, jika dibandingkan antara tahun 2003 dan 2013, rasionya meningkat dari 0,3 menjadi 0,4, yang merupakan angka tertinggi sepanjang era kemerdekaan Indonesia. Negara sendiri kemudian harus mengelola bangsa ini dengan cara terus menerus mencari pinjaman luar negeri, bahkan yang kehendaknya adalah menjalankan State-led Capitalism, pada prakteknya kemudian menjadi Market-led Capitalism. Ditambah lagi dengan praktek korupsi yang merajalela yang sulit dibendung yang membuat kondisi ekonomi menjadi semakin terpuruk dan berujung pada kondisi krisis kepercayaan.

Eksposisi Koperasi
Koperasi sejak awal, idenya untuk menuju kesejahteraan bersama yang terlibat didalamnya. Hal ini dimaknai bahwa persoalan kesejahteraan tidak bisa diserahkan kepada Negara (state-led), apalagi diserahkan pada lembaga privat (market-led). Para penyokong ide koperasi meyakini bahwa persoalan mencapai kesejahteraan hanya bisa dirancang dan didistribusikan oleh masyarakat sendiri, dengan membentuk satuan-satuan ekonomi kecil seperti koperasi, atau kelompok bisnis yang saling menguntungkan, sejalan dengan kemampuannya dan penggalian sumberdaya yang mereka miliki. Dengan demikian, persoalan pasar yang dominan dikuasai oleh kapitalis, bisa dilewati dengan cara menghubungkannya dengan aspek kepemilikan dan control asset-aset dan sumberdaya yang dimiliki.
Sama halnya dengan pemikiran Chayanov diatas, koperasi ini, secara organisasional, memang tidak hendak mencari keuntungan atau melipatgandakan keuntungan. Hal terpenting adalah penciptaan dan pendistribusian keuntungan secara bersama-sama untuk mereka yang terlibat di setiap proses dan kegiatannya. Bapak Koperasi dunia, Robert Owen (1771-1858) mengatakan “There is but one mode by which man can possess in perpetuity all the happiness which in nature he is capable of enjoying – that is by the union and co-operation of ALL for the benefit of EACH”. Pakar lainnya mengungkapkan bahwa Koperasi adalah sebagai “Beyond Ideology”dan merupakan model masyarakat masa depan dari Gemeinschaft-Gesselschaft-menuju Genossenscaft” (Prof. Ferdinand Tonies – dalam Gesselschaft und Gemeinschaft- 1884).
Pada awal pendiriannya, seperti halnya diuraikan oleh Chayanov di Rusia, koperasi merupakan sebuah gerakan untuk perubahan sosial. Operasinya bukan untuk mengakumulasi keuntungan, tetapi lebih kepada distribusi kesejahteraan bagi anggotanya. Karenanya, semakin besarnya jumlah anggota adalah modal utama berjalannya koperasi sejak awal pendiriannya. Di Inggris, tahun 1844, koperasi konsumen didirikan untuk tujuan ideal tersebut (Consumer Co-op, Pioner Rochdale, Inggris), selanjutnya tahun 1848, Credit Union di Jerman yang dimotori oleh FW Raiffaisien dan Flanskespere. Di Indonesia, yang terlbih dahulu sudah mengusung ide koperasi adalah de Wolf van Westerrode, yang merupakan Asisten Residen Purwokerto pada tahun 1895. Beberapa contoh diatas, pada awalnya hanya membicarakan bagaimana membangun kesejahteraan rakyat dengan organisasi koperasi agar struktur ketimpangan sosial bisa diatasi.

Konsep Koperasi
Yang paling membedakan koperasi dengan organisasi lainnya adalah asosiasi yang berbasis orang-orang (people-base Association), kontras dengan lainnya yang berbasis modal (capital-base Association). Dengan konsep ini, maka apa yang menjadi kebutuhan, keresahan dan harapan orang-orang yang tergabung didalamnya adalah landasan utama untuk mengembangkan kerja-kerja organisasi. Hal ini akan mewujudkan pembeda kedua koperasi yaitu terciptanya demokrasi ekonomi. Disini inti dari prinsip distribusi kesejahteraan. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan kerjasama yang sejajar diantara semuanya, tidak terkecuali, seperti halnya konsep Chayanov, bahwa spesialisasi menjadi penting dan harus saling terkait satu sama lain. Terus menerus meningkatkan nilai kerjasama adalah penting di dalam koperasi, khususnya untuk tujuan-tujuan bersama, yaitu distribusi kesejahteraan. Sehingga, dalam hal ini, koperasi “tidak bebas nilai”, walaupun berbasis pada orang-orang, namun ketika mereka sudah bersepakat untuk berorganisasi dalam wadah koperasi, nilai-nilai pribadi tidak bisa dilakukan secara bebas disini, semuanya harus terikat dalam nilai-nilai yang dibangun bersama.
Keberhasilan “gerakan” koperasi ini akan bertumpu pada tiga hal, yaitu ideology yang kuat, institusi dengan pengaturan yang khas dan aksi yang sistimatis dan strategis. Yang paling sulit tentunya adalah membangun ideology bersama didalamnya, ketika banyak orang yang berminat, namun memiliki tujuan yang berbeda-beda, jika tidak diselesaikan terlebih dahulu, maka arahnya tidak akan berakhir pada pencapaian kesejahteraan bersama atau lebih jauh untuk menjadi tandingan gerak kapitalisme yang ada dan terus berkembang. Jika ideology sudah terbangun dan mengindikasikan kesamaan cara pandang, maka dua hal berikutnya akan dengan mudah untuk dirumuskan. Karenanya, prinsip-prinsip yang ada dalam koperasi adalah Keanggotaan Sukarela dan Terbuka; Pengendalian oleh Anggota Secara demokratis; Partisipasi Ekonomi Anggota; Otonomi dan Kebebasan; Pendidikan, pelatihan dan informasi; Kerjasama antar koperasi; dan Kepedulian terhadap komunitas (Lingkungan).

Fakta Koperasi Dunia
Dalam sejarah perubahan dunia, koperasi juga mengalami banyak penyesuaian agar mereka tetap bisa terus berjalan sebagai praktek bahwa koperasi adalah sebuah gerakan sosial. Sejak diperkenalkannya secara massif di akhir abad 19, koperasi kemudian dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran perlunya intervensi Negara, yaitu pandangan Keynesian dalam pembangunan ekonomi bangsa, di antara tahun 1930-1960an. Di tahun 1970-90an koperasi juga diberikan tantangan yang lebih besar dengan masuk era liberalism dan persaingan bebas, atau era dimana pasar bekerja sangat leluasa. Dan hingga sekarang, apakah yang bekerja koperasi Renaisans? Masih perlu diperhatikan lebih jauh. Tetapi, dalam kerangka gerakan untuk perubahan sosial, koperasi kemudian terus menerus beradaptasi dengan kondisi eksternalnya atau menyesuaikan metodenya karena hanya dengan metode yang sama dengan yang dipergunakan oleh lawan, maka agenda perubahan sosial pun akan terwujud. Walaupun demikian, tidak sedikit praktek yang tidak sesuai dengan ide awalnya, karena terlalu derasnya faktor eksternal tersebut, sehingga ada organisasi koperasi yang prakteknya tidak sedang dalam upaya mendistribusikan kesejahteraan kepada anggotanya.
Walau bagaimanapun kuatnya kapitalisme, organisasi koperasi ada dan cukup penting dalam penyumpang perputaran ekonomi dunia. Di seluruh dunia, terdapat satu milliar orang yang tersebar di 100 lebih Negara melibatkan dirinya dalam koperasi. Selain itu, terdapat tiga miliar orang atau separuh jumlah penduduk dunia juga terlibat dalam kegiatan perluasan usaha-usaha koperasi. Dengan demikian, bisa dipahami pula jika koperasi, sesungguhnya telah menyediakan 100 juta pekerjaan yang artinya melebihi 20% dari penciptaan lapangan kerja yang disediakan oleh Korporat Multinasional. Negara-negara yang termasuk dalam sepuluh besar peringkat Indeks Persaingan Global tahun 2010-2011 merupakan Negara yang memiliki koperasi kelas dunia dalam daftar ICA-Global300, yang keseluruhannya memiliki perputaran bisnis diatas Dua Triliyun US Dollar.
Di Negara-negara di mana koperasi menjadi bagian penting dalam ekonominya, mengambil peran-peran penting pemenuhan kebutuhan dasar warganya. Di Colombia, Amerika Latin, koperasi menguasai 24% kegiatan ekonomi untuk pelayanan jasa kesehatan. Di Swedia, koperasi menguasai sektor pemenuhan kebutuhan sehari-hari anggota dan warga lainnya hingga 60%, bahkan di USA, layanan listrik salah satu pengelolanya adalah koperasi dengan tingkat pemenuhan hingga 13%. Mereka sedikit demi sedikit mengambil alih peran Negara untuk pemenuhan dasar, minimal, untuk anggotanya, dengan tidak menutup kemungkinan warga lainnya untuk menerima layanan tersebut dengan distribusi keuntungan yang berbeda.
Di sektor pertanian dan perikanan, beberapa Negara mencontohkan keberhasilan koperasi dalam pengelolaannya. Antara 80-99 persen adalah produser susu di Norwegia, Selandia Baru dan Amerika Serikat, dan sebanyak 71% di Korea Selatan adalah produser ikan olahan, dan 41% anggota koperasi bergerak di sektor pertanian di Brazil. Jika dijumlahkan, terdapat 326 juta orang yang terlibat dalam sektor keuangan dengan sistim koperasi, bahkan di Kenya, kegiatan koperasinya telah menyumbang sebesar 45% PDB, sementara di Selandia Baru mencapai 22%.
Selain itu, perusahaan ritel besar dan terkenal di dunia juga dikelola dengan skema koperasi. Di Perancis, jasa keuangan seperti Credit Mutual, Banque Populaire, Credit Agricole adalah koperasi yang kemudian menjadi bank kelas dunia. Perusahaan ritel besar di Swiss, yaitu Migros dan Suisse telah menguasai 91 % pasar ritel dunia, juga di Singapore, perusahaan ritel koperasi NTUC Fair Price menguasai 53% pangsa pasarnya.

Masalah Pertanian dan Koperasi
Melihat sektor pertanian, perlu meletakkan terlebih dulu pandangan kita terhadap sektor ini. secara awam, pemikiran Neo-Klasik dalam masalah pertanian sangat kental dan berpengaruh dalam praktek-praktek penanganan setiap masalahnya. Sektor pertanian yang diidentikkan dengan sektor perdesaan, dipandang lumbungnya petani rasional (baik petani skala besar, kecil maupun petani gurem). Mereka juga dianggap miskin karena kurangnya penguasaan teknologi (teknologi primitive), kondisi geografis yang sangat miskin sehingga kurangnya teknologi irigasi serta sarana infrastruktur yang tidak memadai. Selain itu, proses produksinya tidak didukung oleh ketersediaan pupuk yang baik akibat dari modal yang tidak dimiliki, sehingga mereka kerap kali merugi karena harga jual pasca panen tidak bisa menutupi biaya produksi.
Di Indonesia misalnya, pemerintahan dari rejim ke rejim selalu menekankan pada konsep kemandirian, berdaulat dan berdikari, termasuk untuk sektor pertanian, merupakan ungkapan ideal untuk menjalankan skema koperasi. Namun, prakteknya, tetap tidak melihat lebih jauh atau melepaskan pandangan neo-klasik tentang petani dan sektor pertanian. Kebijakan yang dilahirkan kemudian, hanya memberikan jalan keluar sementara segala kerumitan yang dialami di sektor pertanian, yaitu membuat paket-paket bantuan bagi rakyat pedesaan dan rakyat miskin pada umumnya dengan tidak melihat potensi-potensi yang ada apalagi berupaya mengembangkannya menjadi lebih bermanfaat. Sehingga, ungkapan bahwa setiap masalah, dimanapun berada dan dengan latar belakang yang berbeda-beda, diselesaikan dengan cara yang sama yang sudah pasti tidak menyelesaikan persoalan hingga ke akarnya.
Bahan bacaan untuk pendalaman:

Chayanov, A. V. (1991). The Theory of Peasant Co-operatives. (D. W. Ben, Trans.) Columbus: Ohio State University Press.
Chayanov, A. V. (1986). The Theory Of Peasant Economy. (D. Thorner, B. H. Kerblay, & R. E. Smith, Eds.) Madison: The University of Wisconsin Press.