Get In Touch

CASI Angkatan VII: Di Setiap Luka-Duka Terdapat Harapan yang Terus Tumbuh dan Mengalir

Pandemi Covid-19 tidak menghalangi semangatku dan sejumlah kawan lain untuk mengikuti Pelatihan Critical Agrarian Studies of Indonesia (CASI) 2021 yang diselenggarakan Agrarian Resources Center (ARC). Kegiatan yang berlangsung di Perpustakaan ARC, Jl. Ski Air No. 20, Arcamanik, Bandung, ini mampu menarik perhatian kalangan, khususnya kaum muda, yang memiliki minat dan fokus terhadap dinamika masalah agraria di Indonesia. 

Latar belakang peserta CASI 2021 cukup beragam. Mulai dari pegiat sosial, akademisi, dan mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia. Meskipun seluruh peserta tidak dapat mengikuti kegiatan secara luring (offline), para peserta tetap mengikuti kegiatan dengan maksimal, cukup interaktif, dan dialektis.

CASI 2021 dilaksanakan selama satu minggu (15-21 Maret 2021) dengan tujuan khusus memberi pemahaman kritis kepada mahasiswa dan scholar activist terkait persoalan agraria di Indonesia serta tawaran perspektif alternatif tentang studi agraria kritis di Indonesia. Konsep kegiatannya didesain untuk membantu dan mendorong peserta lebih kritis dalam melihat masalah-masalah agraria dan jalan keluar yang kerap dipertontonkan penguasa.

Pada hari pertama, CASI 2021 dibuka dengan perkenalan seluruh peserta (baik peserta luring maupun peserta daring) dan para panitia. Kemudian dilanjutkan dengan materi pembuka bertopik “Agraria dan Kajian Agraria Kritis” yang dipaparkan Muhammad Syafiq Gumilang, peneliti sekaligus Koordinator ARC.

Hari pertama CASI 2021 ditutup dengan diskusi “Keteguhan Sikap dan Pandangan GWR tentang Keharusan Reforma Agraria di Indonesia”. Sejumlah scholar-activist seperti Dianto Bachriadi, PhD., Prof. Benjamin White, Prof. Endriatmo Soetarto, dan Siti Rakhma, menjadi pembicara dalam acara yang bertujuan mengenang 100 hari kepergian Gunawan Wiradi tersebut.

Materi-materi di hari kedua tak kalah menarik. Dua peneliti senior ARC, Hilma Safitri dan Dianto Bachriadi, menjadi pemateri di hari tersebut. Masing-masing dari mereka menyampaikan materi bertopik “Gambaran Umum Masalah Agraria di Indonesia” dan “Transisi Agraria di Indonesia”. Materi yang disebut pertama, mendedah masalah-masalah seperti ketimpangan penguasaan tanah dan konflik agraria di Indonesia. Sedangkan yang disebut terakhir, menjabarkan bentuk-bentuk hubungan agraria, jalur-jalur transisi agraria, masuknya kapitalisme ke Indonesia, dan transisi agraria menuju sosialisme.

Di hari ketiga, peserta disuguhkan materi “Tranformasi Kaum Tani” yang disampaikan peneliti ARC Muhammad Izzuddin Prawiranegara. Selang istirahat beberapa saat, pelatihan kembali dilanjut dengan topik “Reforma Agraria dalam Konteks Transisi Agraria” yang disampaikan peneliti ARC Erwin Suryana. Di hari itu, peserta diantarkan pada pemahaman tentang perubahan “kaum tani” seiring perubahan struktur hubungan-hubungan produksi di pedesaan akibat intervensi kapitalisme, serta pemahaman konseptual tentang reforma agraria.

Hari keempat peserta terlihat resah setelah aib negara Indonesia dibongkar para pemateri. Yudi Bachrioktora, pengajar di departemen sejarah Universitas Indonesia, memulai hari dengan menjelaskan sejarah “Reforma Agraria di Indonesia”. Mulai dari zaman Soekarno, Soeharto, hingga Jokowi. Lalu Mario Iskandar Zulkarnain, peneliti ARC, memaparkan materi berjudul “Kapitalisme dan Neoliberalisme”. Hari itu peserta diajak menyadari bahwa pangkal dari kegagalan reforma agraria sejati di Indonesia tidak lain ialah akibat adanya intervensi kapitalisme global dan agen-agennya yakni lembaga keuangan internasional.

Materi-materi hari kelima tak kalah menarik. Peserta disadarkan perihal penjajahan yang sebetulnya tak pernah usai hingga hari ini. Hari itu dibuka dengan materi “Developmentalisme” oleh Muhammad Izzuddin Prawiranegara. Kemudian dilanjutkan dengan materi “Ekstraktivisme” yang dibawakan oleh Noor Vita Anggraini, peneliti ARC. Dengan memahami dua materi tersebut, para peserta bisa menganalisa posisi Indonesia apakah sebagai negara merdeka atau hanya sebatas negara penyangga/pelayan kapital global, yang kekayaannya dikeruk habis lalu surplus value-nya dibawa pergi ke negara lain.

Berbeda dengan hari sebelumnya, pelatihan di hari keenam dimulai dengan diskusi interaktif antarpeserta tentang kasus-kasus perampasan lahan yang pernah terjadi di Indonesia. Baru setelah itu Erwin Suryana memaparkan materi “Land Grabbing di Indonesia” yang berisi pengertian dan jalur-jalur perampasan lahan di Indonesia kontemporer. Selepas istirahat antarmateri, pelatihan dilanjutkan dengan diskusi antarpeserta tentang studi kasus gerakan sosial pedesaan, materi “Pengertian Gerakan Petani dan Gerakan Sosial Pedesaan” yang dipaparkan Mario, dan ditutup dengan materi “Gerakan Sosial Pedesaan di Indonesia pasca 1965” yang disampaikan oleh Dianto Bachriadi.

Materi pamungkas di hari pamungkas adalah “Gerakan Pendudukan Tanah” yang disampaikan oleh Dianto Bachriadi. Materi tersebut adalah materi puncak yang memakan waktu seharian untuk menjelaskannya kepada peserta secara komprehensif tentang arti penting gerakan pendudukan tanah, syarat-syarat pengorganisasian gerakan pendudukan tanah, serta hubungan antara gerakan pendudukan tanah dan pembentukan masyarakat baru. Contoh gerakan yang pemateri tunjukkan adalah Serikat Tani Bengkulu (STAB), Serikat Tani Pasundan (SPP), dan Movimento dos Trabalhadores Rurais sem Terra (MST) Brasil, yang film dokumenternya secara khusus kami tonton bersama.

Materi tersebut mendapat atensi positif dari peserta, terlihat dari betapa interaktifnya peserta merespons penjelasan-penjelasan pemateri. Aku sendiri ikut tertantang dan bersemangat untuk mencontohnya. Meskipun pada prinsipnya, aku sadar bahwa gerakan pendudukan tanah yang dilangsungkan MST harus dikontekstualisasi dengan kebutuhan/tantangan yang ada di wilayah berbeda.

Terakhir, terima kasih kepada panitia, narasumber, kawan-kawan sesama peserta, serta seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan CASI 2021. Secara khusus, menurutku, kegiatan ini sangat bermanfaat dalam menyebarkan semangat mewujudkan masyarakat baru Indonesia yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan seperti tertuang dalam Konsideran Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), serta semangat kemerdekaan rakyat Indonesia. A luta continua!

Rizki M. Hakim, Peserta CASI 2021 dan kini sedang magang di ARC